Siapa Peduli Who's Care

2.05.2008

Aku tak tahu lagi apa yang kurasakan sekarang ini…

Setelah merasakan yang dulu telah lama hilang….

Ku tahu rasa itu bukan milikku lagi….

Dia meninggalkan ku…

Yang ada hanya resah…

Sampai sekarang pun aku masih bimbang, menata arti hidup pun aku tak mampu…

Tujuan hidup pun masih kabur….

Aku tak tau apa yang hati ini inginkan…

Aku berusaha melupakan rasa itu…

Mudah-mudahan dengan seiring waktu rasa itu bisa menghilang…

Aku pun ingin melihat masa-masa aku berjaya, menatap segalanya dengan senyuman…

Semoga tak sekedar harap…

Semoga tak sekedar khayal…

Semoga hati ini bisa menggapainya…

Dengan tertatih…

Aku blum bisa menemui makna hidup…

Sampai kapan pun hati ini akan tetap sepi…

Yang ada dalam diri hanya senyuman semu…

Mungkin itu adalah sisa yag berhasil ditinggalkannya…

Hati ini sudah tidak bergerak lagi…

Jangan biarkan dia mati…

Dia berkata “aku hanya ingin sendiri lalu aku berbaring dan menerawang langit sendirian”, itu mimpinya ….

Tak jauh dari mimpi yang kuinginkan pun serupa, resah lagi mengesi ruang ini…

Saat menatap wajahnya aku tak dapat merasakan perasaan itu lagi….

Jangan biarkan hati ku mati….

Buanglah jauh jauh perasaan ini….

Aku hanya ingin pergi jauh…

Aku hanya ingin sendiri….

Rumput bodoh pun pasti akan mengejekku bila aku melakukan hal yang benar….

Saat ini, hanya cahaya yang aku butuhkan….

Semua manusia hanya bisa berharap, semua hanya bisa menangis…

Semua hanya bisa kesal, semua hanya bisa menyalahkan….

Aku ingin bertemu cahaya itu…

Betapa gembiranya aku bisa bersama cahaya yang menenangkan…

Biarkan aku sendiri…

Jangan perhatikan perasaan ku…

Perasaan itu sudah mati…

Pergilah kalian semua….

Yang ada dalam diriku hanya kelam…

Wajah tak berseri menghiasi malamku…

Pergilah semua yang peduli…

Untuk sekarang biarlah aku menunggu…

Teman ku hanya penantian…

Apa kalian peduli… ?

Tak peduli kan ?

Mohamad Fakhri

30 Januari 2008

With Tears in My Face

In My Old Room’s

20 : 49

Indahnya Bila Melihat Dunia Dengan Seyuman

Saat itu wanita manis terbangun dari tidur malamnya, mata nya masih sayu, di edarkan tatapannya ke seluruh ruangan, desiran angin malam memenuhi ruangan kamarnya, kecil, lembab, dan rapi. Setelah dia puas mengedarkan tatapannya ke segala arah, bibir kecilnya mengecap istigfar, dihela nafasnya, lalu bangun dan berdiri. Di langkah kan kaki kecil nya menuju dapur, dimana dia akan membersihkan diri dengan berwudhu. Dia melewati kamar adik kecilnya, menghampiri.

“ Dik ! bangun yuk, kita sholat tahajud bersama ? “, dibelai rambut adiknya tiga kali.

“ Iya, kak 5 menit lagi”, mata kecilnya masih memejam, sungguh lucu.

Wanita itu tersenyum sesaat, setelah itu melanjutkan tujuan nya untuk berwudhu. Melangkah lagi, dan kali ini melewati kamar orang tuanya, diketukkan pintu kamar sebanyak tiga kali, lalu melanjutkan langkahnya. Sudah jadi hal yang biasa di rumah ini, bila sudah saat nya tahajud dia membangunkan seisi rumah.

“ Bila ayam bisa sholat tahajud, pasti aku bangunkan”, begitu gurau wanita manis itu.

Dibacanya doa niat berwudhu, lalu dengan gerakan perlahan dia membelai air, seakan saat itu kotoran di seluruh tubuhnya jatuh bersama air wudhu. Setelah selesai dia membaca doa selesai wudhu, lalu melangkah kembali ke ruang tengah, sudah terlihat kedua orang tua yang duduk bangku panjang, sambil menikmati udara malam pada saat itu, adik kecilnya masih belum bangun juga. Sesaat juga dia langsung menuju kekamar si adik, tapi si adik sudah tidak ada, dia sempat bingung sedikit, namun ada suara air di kamar mandi.

“ Mungkin dia sedang berwudhu”, begitu pikirnya.

Digelar sajadah bermotif Ka’bah yang dirajut indah mengikuti kontur khas dari bahannya, terasa nyaman saat-saat kening menempel di sajadah itu, setiap wanita manis itu pergi jauh, bawaan wajib adalah sajadah itu, sajadah itu diberikan oleh Bibi yang sudah pernah ke Mekkah, dan ini lah oleh-oleh yang pantas untuknya.

Di sambat mukena yang ditumpuki di bawah sajadah, perlahan dia memakai, subhanallah terlihat anggun dengan wajahnya, ditambah dengan jahitan khas bunga-bunga.

Dengan mengawali dengan doa niat dia memluai sholat malamnya, begitu tenang, bersahaja dan penuh dengan penghayatan seolah dia bercakap-capap dengan penciptanya. Setelah semua selesai dia membaca syahidul istighfar lalu berdoa.

Ya Allah yang maha mengetahu hati setiap makhluk-makhlukMu, jauhilah aku dari sifat yang dapat mendustakan NikmatMu Ya Rabb, yang dimana tertuang dalam Qalam mu, Fabbiayyi Alla Irobbikuma Tukaziban ?, Nimat apalagi yang engkau dustakan ?, berikanlah aku cahaya terang pada saat semua Nya gelap, bawalah aku dalam pelukan aku, pertemukan aku dengan diriMu dengan cara yang baik, sebagaimana tertulis dalam kitabMu, bahwa kami akan melihatMu di padang mahsyar, sebagaimana kita melihat matahari di langit, namun jangan jadikan aku menjadi rupa yang buruk, karena kelalaianku, Ya Allah yang Maha membolak-balikkan hati pertemukanlah kembali keluarga ini dalam Jannah Mu, dimana suatu saat kita tersenyum bersama dalam ridho Mu, jauhi aku dari api neraka Mu, aku yakin tidak ada makhluk yang kuat setengah detik didalam sana, Rabbana atiina fiddunya hasanah, wafil akhiroti hasanahtawwakina adzabannar. Lengkapilah langkahku pada saat aku mencari Ridho Mu dengan rahmat dan pahala ya Allah, sesungguhnya hanya Engkau lah aku meminta pertolongan dan menyembah. Amin Ya Allah”, wanita itu mengakhiri sholat malamnya dengan sujud syukur karena dia masih bisa memiliki apa yang tidak dimiliki orang lain.

Setelah selesai dia mengambil handphone untuk meng-SMS teman-teman yang sudah berpesan untuk meminta dia membangunkan via SMS, tak jarang banyak yang berpesan seperti itu, entah kenapa itu sudah menjadi suatu kebiasaan untuk dia dan teman-temannya.

Dia keluar kamar, lalu melihat Ibu dan Ayah sedang berjamaah dengan si Kecil mengekor di samping Ibu, sungguh menggemaskan, dia duduk dibangku sambil membaca buku Best Seller “La Tahzan”, buku yang menggetarkan jiwa dan penuh dengan motivasi, pikirnya.

“ Kak, sudah makan belum ?”, Ibu bertanya setelah salam pada shalat malamnya.

“ Belum, bu, tadi kan Kakak tidur duluan sebelum Ibu dan Ayah pulang kerumah”, sudah tak asing lagi bagi keluarga ini, untuk berkomunikasi pada saat matahari belum terbit, mungkin karena kesibukan orang tuanya, bahkan si Kecil pun sudah terbiasa akan hal itu, sungguh berbeda dari keluarga lain, “tapi beginilah cara kami bermokunikasi”, begitu pikir wanita manis, yang kesehariannya sangat sederhana. Dia merasa sebagai contoh dari si Kecil, bahkan si Kecil pernah di ceritakan kisah tentang Rasullullah, terlihat sangat antusias sekali. Pernah di sekolah, sang guru bertanya pada murid-muridnya.

“ Siapa idola kalian anak-anak ?”, gurunya berseru dengan senyuman.

“ Ep Ceee ( F4 ) Pak !”

“ Paasaaaa Pak ( vokalis Ungu ) ! “

“ Tubasa Pak ( Captain Tsubasa ) !

Begitulah celetuk para siswa/i kelas 2 SD, namun si Kecil menjawab.

“ Rasullullah Pak ! “, guru nya sempat terdiam dan menelan ludah, sedangkan teman sebangkunya bertanya-tanya dalam hati siapa Rasullullah itu. Memang sangat lucu.

Walaupun keluarga wanita manis itu agak berbeda dari keluarga lainnya, tapi dia merasa senang saat-saat dimana bisa berbincang dengan keluarganya dimana semua orang rata-rata masih tidur. This my family, this is my life, and i proud.

Mohamad Fakhri

30 Januari 2008

With Smile

In My Old Room’s

20 : 41

Bidadari Yang Tak Sadar Dirinya Bidadari

Entah apa yang dipikirkan wanita dengan tatapan halus itu, auratnya ditutup penuh dengan lembaran kain putih, terlihat elok bila dia menundukkan pandangan saat melwati para ikhwan, namun hari ini, wajahnya terlihat basah, matanya bengkak seakan telah dipukul oleh gada malaikat, dari matanya tertuai tetesan sebuah air mata kepasrahan. Dirinya hanya bisa bersandar di pojokan tempat tidurnya.

“ Kenapa aku ini Ya Allah ?”, air matanya terus berdera, jantungnya berdebar kencang.

“ Kenapa aku hampir melakukan hal bodoh, seakan-akan aku tidak percaya dengan Engkau Ya Rabbi, ampuni aku dalam khilafku, tegur aku dalam cobaanmu, buat aku jadi kekasihMu”, ditaruh telapak tangan di dada nya seraya degupan jantung yang menyayatkan hati.

“ Aku cuma ingin jadi apa yang aku mau, dan yang kulakukan atas dasar Ridho kepadaMu, tuntunlah aku walau aku ini terpincang-pincang dalam tuntunanMu,”, air mata yang deras itu membanjiri wajah lembanya, seraya tatapannya di edarkan ke arah lengan yang sudah berdarah, tepat di urat nadinya yang hampir sobek.

“ Akhhhhhh....., sakit Ya Allah”, darah terus mengucur ke lantai bercampur dengan genangan air mata.

“ Apa bila aku mati, orang-orang baru sadar keberadaanku ?”, matanya memejam menahan sakit yang luar biasa, detak jantungnya pun sudah tidak beraturan lagi.

“ Aku tak mau mati, Ya Allah”, suara mulai perlahan menghilang, sedangkan tak ada satu orang pun di rumah.

“ Andaikan aku di beri kesempatan hidup lagi, aku pasti dak akan menyia-nyiakan waktu ku lagi, aku janji “, ucapnya dalam hati yang sudah tak mampu berbicara, yang dia rasakan hanya dingin luar biasa dari ujung kaki sampai ubun-ubunnya, setelah itu ada cahaya terang.

Setelah cahaya itu terlewati yang ada hanya GELAP.

***

“ Kak, bangun kak !”

“ Kak ! ayah, ibu, adik sayang kakak !”

“ adik mohon kakak bangun, adik ingin kita tertawa lagi kak !”

“ Kak, kakak udah janji akan membelikan adik permen !”

Yasssin ... walqurainil hakim, innakalaminal mursalin, ala shiratimmustaqim !

“ Nak, ibu dan ayah kangen sama kamu “

“ Kita sadar salah, maafin orang tua mu yang tidak becus ini ya...nak..”

“ Ibu janji, bila kamu meminta dipeluk hangat oleh Ibu lagi, pasti Ibu lakukan !”

Shodakallah ul adzim !

“ Dik ! semoga kita bisa bertemu dalam Ridho Allah, bersandar bersama dalam kasih sayang Allah, tersenyum bersama dalam Jannah Nya Allah.

Amin !

***

“ Tet..tet…tet…tet…tet…tet…”

“ Ayah, ibu, adik, aku dimana ?, aku bisa dengar suara kalian, tapi aku tidak bisa melihat kalian, disini gelap, tapi aku merasakan kehangatan, aku mau berteriak supaya kalian bisa membawakan lampu ke sini.”

“ DISINI GELAP……………………………GELAP, apakah kalian dengar aku berteriak ?, aku kesepian, apa yang telah aku lakukan sehingga kalian tega membawa aku ketempat gelap dan pengap seperti ini, kalian jahat, jahat…..”

***

Bidadari manis itu pun membuka matanya.

“ Alhamdullillah !”, semuanya berseru , ada yang menghela nafas lega, ada yang saling berpelukan.

“ Ibu ….” yang pertama dilihat bidadari itu adalah seorang ibu dengan tatapan ringan yang menatap kearah kedua matanya.

“ Sudah nak, sementara kamu diam dahulu, keadaan kamu belum pulih benar”, Ibunda membelai rambutnya perlahan.

“ Aku ingin berbicara banyak kepada kalian, tapi entah kenapa aku tidak punya kenapa, aku ingin bertanya, aku ada dimana, kenapa disini banyak orang yang melihatk dengan tatapan khawatir, aku mau bertanya, aku mau bertanya, tapi aku tak punya kuasa”, begitulah yang ada dalam hati bidadari itu, yang bisa dilakukan hanya mendengar, melihatpun dia masih kepayahan.

“Ayah...tolong lakukan apa yang tadi kita rencanakan”, Ibu berbicara kepada Ayah yang tak sengaja didengar oleh bidadari itu. Tiba-tiba ayah mendekatkan mulutnya ke telinga kanan Bidadari itu.

Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu Anlaa ilaaha Illallah, Asyhadu Anla ilaaha Illallha, Asyhadu Anna Muhammadarasulullah, Asyhadu Anna Muhammadarasulullah, Hayya Alla Sholaaa, Hayya Alla Sholaaa,Hayya Allah Fallah, Hayya Alla Fallah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Illaha Illallah “, setelah selesai Ayah mendekatkan mulutnya ke telinga kiri.

Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu Anlaa ilaaha Illallah, Asyhadu Anla ilaaha Illallha, Asyhadu Anna Muhammadarasulullah, Asyhadu Anna Muhammadarasulullah, Hayya Alla Sholaaa, Hayya Alla Fallah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Illaha Illallah”. Setelah itu ayah agak menjauh, dan berdiri dibelakang Ibu.

“ Setelah kejadian ini, kami akan menambahkan nama mu dengan nama Bidadari, dan kami janji akan menhiasi keluarga kita dengan senyuman yang datangnya dari rahmat Allah”, senyuman Ibu membuat Bidadari senang, air mata mengucur di pipi Ibu.

“ Untuk saat ini aku hanya bisa mendengar dan meng Amin kan, doa kalian saja.”

***

Mohamad Fakhri

29 Januari 2008

With Opened Heartless

In My Old Room’s

22 : 43

Who Am I . . .

1.30.2008

Remaja adalah suatu tahap peralihan dimana setiap individu mempertanyakan tentang keberadaannya.
Perkembangan ini dibutuhkan peran lingkungan yang sangat besar, karena pada tahap ini remaja akan mengalami keingintahuan yang amat besar terhadap lingkungan sehingga dirinya pun menjadi apa yang ada dilingkungan tersebut.Ussually, remaja dilanda pertanyaan besar " Siapakah Saya ? "
Pertanyaan ini bisa dijawab melalui pemahaman diri yang dalam dengan keikutsertaan lingkungan.
Ada Pilihannya :
a) aku adalah manusia terbuang
b) aku adalah manusia yang diidolakan
c) aku adalah manusia yang tak tahu apa-apa
d) aku adalah manusia yang mencari kesenangan
e) aku adalah manusia yang memandang dunia sebagai ladang menuju desa yang abadi
Pertanyaan ini hanya diri kalian yang bisa jawab . . .
Pergaulan adalah suatau tindakan sosialisasi yang akan membawa ke arah yang postif atau sebaliknya. Ingat selalu akan arti manusia yang tertera dalam Al-Qur'an.

Aku Si Kucing

Saat malam hari, mata Ibuku menoleh kekiri lalu kekanan sambil menahan perih, badannya bergetar seakan ingin mengeluarkan sesuatu beban yang ada didalam perutnya, dia terduduk lalu berdiri begitu seterusnya. Lolongan Anjing disekitar menandakan saat itu sudah sangat malam, ditambah dengan udara yang menusuk kulit Ibuku. Sekali lagi Anjing melolong namun dikalahkan dengan suara Ibuku dengan rintihan yang keras seakan mendakan telah keluarnya benda berat yang selama ini yang selalu dia bawa dalam perutnya. Ditegoknya kebelakang, 2 ekor kucing dengan mata yang masih sipit dengan kulit yang merah, itu aku dan saudaraku yang baru telahir didunia. Kata Ibu rasa pedihnya hilang saat melihat kami bergerak dan mencari sesuatu untuk disusui, seakan Ibuku tersenyum melihat tingkah laku kami saat itu.

5 hari kemudian saat peristiwa itu, aku sudah bisa berjalan bahkan berlari, kata Ibuku aku jantan, dan saudara ku betina, entah apa itu jantan dan betina yang dimaksudkan Ibuku. Aku tinggal di sebuah kotak yang sempit, manusia memanggilnya “kardus” tapi aku tidak tahu itu. aku melihat 2 anak manusia, dia membawa aku dan saudaraku ketempat yang lebih hangat yang pastinya kami merasa hangat disana. Kami selalu bermain disekitar tempat hangat itu, namun saat malam terdengar suara Ibuku memanggil kami, 2 anak manusia itu menggendong Ibuku dan membawanya ke tempat kami dimana kami berada. Kami langsung menghampirinya dan menyusu dengan manja kepada Ibu.

***

Saat-saat dimana terjadi peristiwa yang tak diinginkan terjadi pada hari ini, yang diawali dengan canda kami diiringi seyuman Ibu. Namun saat Ibu pergi kami melihat manusia tua menenteng benda yang didalamnya seperti air, kami tidak menghiraukannya dan melanjutkan canda kami dan manusia tua itu mendekati kami dengan mengayuhkan benda yang dia bawa, lalu tumpahlah air mengenai tubuh kami, aku hanya terkena sebagian tubuhku tetapi saudaraku dari kepala sampai ekor semuanya terkena air, sehentak kami menghentikan canda kami dengan penuh tawa dengan lolongan kesakitan, kami berguling-guling menghentakkan tubuh ke tanah, ada yang janggal bila itu benar-benar air harusnya terasa dingin di tubuh kami, anehnya air ini terasa panas di tubuh kami. Aku berteriak kepada saudaraku, “ini bukan air” sampai 5 kali namun hentakkan tubuh saudaraku ketanah yang begitu cepatnya menandakan dia sangat tersiksa, aku tak bisa menolongnya karena tubuhku juga kepanasan, saat saudara betinaku melolong memanggil Ibu, tubuh berhenti bergerak. Aku pikir saudaraku sudah sembuh namun saat aku menghampirinya dengan menyeret tubuhku, matanya terpejam diiringi desahan nafas yang semakin lama semakin hilang. Ibu tidak kunjung-kunjung datang, aku tidak tahu apa yang terjadi pada saudaraku dan aku yang masih menggeliat kepanasan.

Aku melihat 2 anak manusia, yang satu membawa saudaraku dan yang satu lagi membawaku entah kemana, aku mendengar manusia yang membawaku berbicara “Nek..! kok jahat banget sih kucingnya masih kecil kok disiram minyak tanah, yang bener aja”, kulihat wajahnya dia terlihat kesal sekaligus geram. Aku pun terus memanggil-manggil Ibu namun tidak ada jawaban, di gendongnya aku dengan tangan besar manusia itu ke tempat yang hawanya dingin, diletakkan aku ke tanah “byuurr” suara air disiramkan ke tubuhku, entah kenapa rasa panas ditubuhku agak semakin hilang diingiri air yang diguyurkan ke arahku. Namun semakin lama diguyurkan air ke tubuhku rasa panas yang sudah menghilang, sekarang menjadi kedinginan yang teramat sangat, ini sebabnya kucing sepertiku tidak suka dengan air. Akupun berteriak kedinginan dan manusia itu membawa bulu-bulu besar bewarna putih, kulihat dibelakangnya manusia yang tadi membawa saudara ku telah kembali, dengan suara agak pelan dia berkata “adiknya udah dikubur didepan, handuknya nih”, entah apa arti ungkapan itu yang tak dimengerti kucing. Dengan perlahan dua anak manusia itu mengelus-eluskan bulu-bulu besar itu ke tubuhku, rasa hangat yang nyaman merayap di sekujur tubuh.

***

Sudah lama aku tinggal bersama kedua manusia itu dia seperti orang tuaku, saat pagi dia memberiku makanan, senang rasanya bisa berada di tempat seperti ini, yang pastinya akan selalu kepertahankan. Saat manusia sedang memejamkan mata di sebuah tempat yang empuk, aku merasa ingin kencing namun karena pintu di tempat yang biasanya aku kencing sudah ditutup, terpaksa aku kencing dibawah tempat yang dimana manusia memejamkan mata.

Keesokan harinya saat kedua manusia sudah memulai aktivitasnya, “bau pesing apa nih ?, dibawah tempat tidur lagi, jangan-jangan si kucing kencing nih”, matanya mengarah padaku, karena tidak mengerti akupun cuek, anehnya manusia itu menarik kupingku dan menggebukku dengan tangan besarnya, reflek akupun berlari menjauh. Dan selama beberapa hari manusia itu melihatku dengan pandangan geram, mungkin karena aku kencing bukan ditempat yang biasa. Malangnya menjadi kucing.

***

Tak kusangka ternyata di sekitar sini ada kucing betina yang manis, karena musim kawin aku pun mulai mendekatinya, tak kusangka kucing penguasa sekitar sini juga menyukainya, sebagai pejantan aku harus memperebutkannya dengan berkelahi. Saat kami berdua siap-siap mengambil aba-aba untuk berkelahi, terpikir dibenakku perkataan Ibu waktu dulu yang telah menghilang entah kemana, “carilah ayahmu sendiri, karena ayahmu tidak bertnaggung jawab atas kalian yang telah lahir, oleh sebab itu Ibu tidak akan memberitahukan siapa Ayah kalian, Ayahmu mempunyai lingkaran putih besar yang terdapat dibawah perutnya, hanya itu yang bsia ibu beritahu tentang Ayahmu”. Saat kutatap lawan berkelahiku, ada rasa iba untuk mencakarnya tetapi aku tak memperdulikannya. Akupun menyerangnya terlebih dahulu, aku sadar badannya yang besar pasti susah dikalahkan, kuambil langkah seribu dia pun mengejar, ku masih berlari dengan kencangnya namun tatapanku terpaku pada sebuah benda melingkar besar hitam berputar yang berjalan cepat. Dia masih mengejar dan hampir dekat dekat denganku, “srassssss”, tubuh musuhku hancur seketika saat benda melingkar itu melewati dia, darahnya pun mengalir terciprat ke kepalaku. “Ada kucing ketabrak mobil”, teriak manusia disekitar dengan nada khawatir 3 kali berulang-ulang, saat aku mulai pergi, kutengok kebelakang terlihat lingkaran putih dibawah perut, itu ayah bisikku saat itu, darahnya masih terasa merah di kepalaku. Akupun menunduk sambil berjalan ke tempat semula tetapi kucing betina itu tidak terlihat. Akupun menyesal karena berkelahi dengan Ayahku sendiri. Dengan tubuh yang rapuh ini aku masih bisa berjalan di atas tanah dengan kenangan masa lalu yang pahit. ( Basic On True Story )

Letter Of Pain

For You . . .

With all my love . . .

To : Qmu

Qmu . . .

Ingar klo barang2 ini Q kembaliin, ini surat pertama dan terakhir yang Q tulis . .

Si Nyonya Egois ini,

Si Tukang Ngambek,

Si Manja,

Si Lemot,

Q yang mencintai kamu . . . anggap aja ga ada.

Q yang itu Cuma khayalan, ga’ nyata cman sepintas hal yang gak penting.

Anggap aja Q ga pernah ada, ga ada yang namanaya AKU !

Ga ada nama char Supusian.

Ga ada wisata ke Gunung Bromo.

Ga ada jalan-jalan ke Ragunan.

Ga ada perayaan ulang tahun Q.

Maaf klo selama ini Qm gak bahagia.

Maaf klo selama ini buat Qm benci, marah ataupun kesel sma Q

Maaf klo Q egois, tukang ngambek, ga bisa ngerti kamu

Maaf klo Q g bisa jadi seperti yang Qm mau . . .

Maaf untuk segala ksalahan Q . . .

Q yang suka nyalahin diri sendiri ini memang bikin benci . . . *nunduk*

Tpi . . . Beribu dam berjuta rasa trima kasih Q yang ga’ terucap.

Makasi dah ngenal Q . . .

Makasi dah tersenyum untuk Q . . .

Makasi atas segala hal yang ” kita ” lalui dan jalani, “ kita “ kenang . . .

Makasi dah ngajarin Q apa yang namanya “ cinta “

Makasih dah ngajarin Q ttg apa yang namanya “ cemburu “, “ benci “, sedih ”,

“ sakit hati “ dan rasa “ bahagia “

Q yang egois . . .

Q yang selalu “ aku “

Q yang selalu ngejar “ kamu “

Q yang selalu emosional, labil karma rasa kangen yang gak terbendung

Q yang selalu imut2in suarana

Q yang ceroboh

Q yang pelupa

Q yang gak peka dengan perasaan Qm

Q yang cengeng . . .

Yang selalu sayang sama

Qm yang cemburuan

Qm yang meluk Q

Qm yang kcup kning Q

Qm yang dulu cinta dan sayang sama Q

Qm yang ngerti Q . .

K’ta Qm kita dah bukan apa-apa lagi . . .

Q sedang brusaha tuk pahami kata-kata itu

Meresapinya dalam hati, merasakan luka itu . . .

Mennagis, menguapkan kenangan lewat bulir2 air mata . . .

Merangkai serpihan itu, sedikit walau hancur lagi . . .

Mencipta rasa sakit, benci dan dendam yang menutup pintu hati, membalutnya dalam kelam hitam . . .

Berusaha mengeringkan air mata, lalu berusaha menatap sekeliling . . .

Berbeda,

Tak ada warna-warna lagi hanya ada semu dan kelam,

Berusaha berdiri walau tak tegak,

Berusaha melangkah walau tergopoh.

Menyungging senyum semu . . .

Dan berucap “ aku baik-baik saja . . .”

Dan menutup kumpulan cerita bergambar itu . . .

Melepaskan pita hitam dan lonceng kecilnya . . .

“ MiauW “ , “ Q baik-baik saja “ berkali-kali . . .

-- Terima kasih atas Sgalanya --

Lirih gemercik hujan . . .

Seiring hembusan angina

Membelaiku

Menyapa sepiku

Dan hanyutkan rasa ini . . .

Kau tinggalkan aku

Sementaraku menggilaimu

Inginkan segudang cintamu

Sampai mati . . .

Desah akhir nafasku . . .

Usah kau tangisi . . .

Biar ku sendiri

Nikmati pedihnya luka

Tanpa mu dipelukan ku . . .

Sungguh ku tak mampu

menepis bayangmu . . .

karma ku hanya bisa

mencintai mu . . .

Usah kau tangisi

Biarkan ku sendiri

Nikmati pedihnya luka

Tanpa mu di peluk ku . . .

Karna ku hanya bisa, mencintaimu . . .

Semoga kmu selalu sehat, smoga kamu bahagia . . .

Kamu , moga kamu jadi ketua, ktua yg baik.

Maaf klo slama ini Aq menghalang2ngi kamu.

Ngelakuin hal2 yang gak semestinya.

Maaf li yg hina ini . . .

Kita berbeda . . .

Kita tak sama . . .

Maaf klo Aq masih sayang sma kamu.

. . . Makasih . . .

Lirik lagu itu, yang nyayiin ADA BAND . . .

Lagu itu yang temenin Q dan Q nyayiin berkali-kali.

Sekarang Q udh bner2 bisa berdiri sendiri.

Makasi dah mau temenin Q slama ini

Jaga diri baik2 yah . . .

F r o m :

Q yang masih sayang

Ma kamu . . .

~ SayÔnara . . .

Room Without Window

Hening semakin memenuhi kamar, disusul dengan desauan udara malam yang saling mendahului. Angin bertiup perlahan seakan berteriak “Aku Tak Betah Disini”. Lantai putih kumal yang ditiduri seorang pemuda, terlihat ekspresi wajahnya masam dengan mata yang masih memejam, bola matanya bergerak-gerak menandakan keramaian mimpi berlangsung.

“Dimana aku ?”, tanya seorang pemuda dengan wajah pucat.

“Dimanakah aku ?”, tatapannya sayu memandang lurus kedepan.

Dia melihat kubah besar dari kaca, anehnya tidak sinar matahari yang dapat menembus kacanya. Pemuda itu berjalan menuju kubah tersebut dengan tatapan kosong.

Sesampai didepannya, dia tidak melihat jalan untuk masuk, dia berlari kesisi lain kubah itu, terlihat jalan masuk yang sangat lebar bahkan bila dilihat lurus tegak dari depannya, kubah itu seperti melayang karena pijakannya sangat kecil. Dia masih bingung akan semua ini.

Selangkah dia masuk kedalam kubah itu, tetapi dia sudah disambut dengan patung besar berukiran kuda yang kedua kaki depannya mengangkat kedepan dengan gagah, ditunggangi seseorang lengkap dengan baju besi dan tangan kirinya yang kekar mengangkat tombak seraya menandakan kemenangan. Dibawah kuda itu tampak lagi sebuah batu persegi panjang yang terukir tulisan “Rest In Peace”.

“Aku-aku disebuah makam Nasrani”, suara pemuda itu bergetar kaku.

Dia memutarkan pandangan kesegala arah tetapi yang dilihat hanya makam-makam usang tua setengah hancur. Dia melangkahkan kakinya kebelakang dua langkah, tiba-tiba keseimbangannya goyah, dia tehentak menuju tanah, sebelum sampai ke tanah dia melihat cahaya matahari yang berhasil menembus kaca kubah dan menyinari matanya, tersenyum sesaat. Cahayanya semakin terang dan yang hanya bisa dilihat hanya warna putih kekuning-kuningan menenangkan hati, diiringi dengan suara pria tua seakan berbisik “siapakah kamu ?”.

“ASTAGHFIRULLAH”

“Kenapa aku ini ?”, dia mengelap keringat yang bersemat diwajahnya.

“Mimpi yang aneh, apa artinya semua itu ? kenapa harus aku yang bermimpi tentang hal yang tidak jelas seperti itu”, katanya membatin.

“Mungkin aku tidak berdoa sebelum tidur”, tambahnya berharap untuk menentramkan hati. Dia memandang ke langit-langit kusam dipenuhi sarang laba-laba, lalu memandang kebawah menatap lantai dan menghela nafas tiga kali.

“Kenapa sih harus aku yang berada di kamar memuakkanseperti ini, bahkan tikuspun tidak sudi untuk mampir di kamar ini, apa ruangan ini bisa disebut kamar ?, menurutku tidak, ruangan ini bagaikan penjara bagi para pengkhianat, pasti yang membuat ruangan ini menjadi kamar adalah orang bodoh. Bernafaspun udara yang dikeluarkan dari hidung terasa panas, setiap aku tidaur selalu keringat yang menemaniku. Suatu saat, etah kapan, yang pasti masih lama, Aku akan keluar dari tempat ini”, bentak pemuda itu dengan emosi yang meluap-luap.

“Semua gara-garai lelaki itu”, pandangannya seketika sinis.

“Kamar apa ini bahkan jendela saja tidak ada, udara mana yang tak marah masuk kesini”, keluhnya terucap lagi.

“Jam berapa sekarang ?”, dia menoleh kekiri lalu kekanan dan sadar dikamarnya tidak ada penunjuk waktu, namun dia yakin saat ini sudah pagi.

“Duk...Duk...Duk, Woiiiii mao keluar nih”, dia berteriak keras sekali tetapi dia ragu akan suaranya yang mungkin tidak sampai keluar, menghela nafas sejenak.

Pemuda ini bernama Arie Poernomo, Ibunya yang menamakannya begitu, Ayahnya seorang pengangguran yang tak jelas juntrungannya. Ibunya dan Ayahnya selalu bertengkar tanpa alasan sampai terjadi bentrokan fisik. Keluarganya yang berantakan menimbulkan tekanan yang sangat dalam bagi Arie. Karena keegoisan Ayahnya sejak usia 10 tahun sudah dikurung dalam kamar tanpa jendela, sekarang usianya 16 tahun namun Arie tidak berani melakukan pemberontakan terhadap keegoisan Ayahnya, namun suatu saat pasti akan tiba.

Disekolah Arie selalu memilih sendiri, menghindar dari keramaian. Wajahnya yang kekurangan eksperesi menampakan sebuah penderitaan amat dalam. Keluarganya hancur atau bisa disebut dengan istilah “Broken Home” dan Kamar Tanpa Jendelanya, lengkap sudah semua teman kesedihannya untuk menemani hari-harinya. Entah apa yang terjadi kelak, yang pasti Allah selalu memberikan yang terbaik.

***

“KREEEK....”, pintu dibukakan dan terpancar wajah Ibunya yang menenangkan hati. “Ayo nak keluar ! bapakmu tidak pulang tadi malam maka lekas keluar dari kamarmu dan pergi sekolah.

“Iya Bu !”, tatapannya merunduk sambil melangkah keluar.

“Akhirnya bisa keluar dari penjara”, bisik hati Arie sekejap. Arie melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum Arie menanggalkan pakaiannya dia melihat jam kecil yang ditaruh di hanger, diraihnya dengan tangan kiri ternyata waktu menunjukkan pukul setengah enam. Arie berpikir sejenak sebelum memulai aktivitasnya.

“Jam ditaruh dikamar mandi ?, apa maksudnya semua ini ?, apa yang menaruhnya seringkali lupa waktu saat menggunakan kamar mandi ini ?, apa kamar mandi ini lebih baik dari kamar tanpa jendela ku ?, atau. ...”, ingin sekali Arie berteriak saat itu.

“Bu ... lelaki itu kemana ?”, Arie memulai pembicaraan.

“Lelaki siapa ?”, tanya Ibu polos.

“Orang yang selalu Ibu panggil Bapak”, lanjut Arie tenang.

“Oh ... entahlah nak, kemarin katanya mau mencari kerja”, tatapannya menunduk.

“Mungkin dia sekarang benra-benar sudah menjadi PENGACARA”.

“Dari mana kamu tahu Bapakmu Pengacara ?”, tanya Ibu dengan wajah heran.

“Itu ... tuh pengangguran banyak acara disingkat pe-nga-ca-ra”, desak Arie sambil membayangkan sesuatu entah apa itu.

“Udah ... nak ! jangan mengejek Bapakmu. Seburuk apapun dia, didirimu mengalir darahnya”, Ibu tersenyum kecil. Arie hanya bisa menunduk terdiam dan meneruskan sarapannya dengan nasi uduk.

Ya memang, mengalir darah kotornya, dan aku tidak meminta itu, pergi dari rumah seenaknya, pulang langsung mencari-cari masalah lalu emosi bahkan memukul, nafkah pun sudah tak pernah dilihati lelaki itu memberikannya kepada Ibu sejak aku SD, apa itu masih bisa disebut Bapak ?, atau apakah pengertian Bapak sekarang telah berubah?, cih ... hanya sampah. Ingin sekali Arie melampiaskan uneg-unegnya kepada Ibunya yang masih menganggap lelaki itu sebagai Bapak.

“Bu ... Arie berangkat dulu”, digapai tangan Ibu dan menempelkan di keningnya.

“Hati-hati dijalan, belajar yang rajin”, wajahnya tampak berseri. Arie menatap wajah Ibunya sekejap lalu membalikkan badannya, pergi keluar pintu dan menghilang di sudut tikungan gang.

“Jadi anak yang tegar ya ...”, senyum mengembang dari wahanya dan terpancar harapan dari tatapan mata Ibu Arie.

***

Pagi ini terasa tak seperti biasanya, awan kehitam-hitaman, angin bertiup sangat perlahan. “Yang penting bisa menghirup udara luar walapaun angin bertiup pelan”, bisik hati Arie mencoba lagi untuk menentramkan jiwanya.

Suara lalu lalang menandakan keramaian kota yang dipenuhi asap kendaraan, mungkin karena itu awan menghitam. Sampailah Arie ditempat dia menunngu bis disebut halte. Pandangannya beralih dari lurus kedepan menjadi kekanan, memastikan bis yang dia tunggu menghampirinya.

Setiba disekolah Arie melangkah kecil melihat kiri kanan. Dari setiap kelas-kelas sudah terdengar siswa-siswi bertadarus Al-Qur’an, lalu Arie masuk ke dalam kelas dengan tatapan melihat kebawah.

Disekolah Arie, seluruh siswa diwajibkan tadarus Al-Qur’an selama lima belas menit, kononnya hal ini menjadi prinsip kuat sekolah ini tentang baiknya memulai sesuatu dengan hal yang suci dan baik. Hal pertama pertama yang akan Arie lakukan adalah bergabung dengan yang lainnya yakni membaca Al-Qur’an. Namun, Arie lupa untuk membawanya dan berharap ada Al-Qur’an yang tertinggal di kolong-kolong meja, pencarian Al-Qur’an pun dilakukan.

“Teng ... Tong ... Teng ... Tong”, bel berbunyi manandakan selesainya para siswa bertadarus yang menghenyakkan Arie sedang mencari Al-Qur’an dan kembali duduk ke bangkunya didepan, sendirian.

“Assalammualaikum !”, guru Ekonomi menyapa seluruh kelas, keramaian pun berganti keheningan sekejap.

“Waalaikum salam !”, seru murid serentak, tidak dengan Arie, dia menjawab salam wajib itu tanpa suara. “Wah mulai deh bagian yang menakutkan !”, terdengar suara temannya dari belakang berbisik dengan teman yang disebelahnya. Arie hanya bisa menghela nafas dan pasrah. Sesaat pelajaran tengah berlangsung, Arie menyempatkan diri untuk menggambar, malang nasibnya. Dia tertangkap tangan sedang menggambar orang dengan eksperesi wajah sedang sangat marah.

“Gambar ini didepan kelas, Arie”, bentak guru Ekonomi tegas. Tanpa sepatah kata pun yang di ucapkan, Arie melangkah menuju papan tulis dan mengabil spidol mulai menggambar.

“Sudah selesai Bu !”, kata Arie, nyaris suaranya tidak terdengar.

“Ya sudah duduk sana, jangan diulangi lagi”, kata guru Ekonomi disusul dengan nafasnya yang menghela. Setelah itu Arie langsung pergi meninggalkan kelas, mungkin dia akan pergi ke WC.

Pelajaran Ekonomi telah usai, guru itu melihat gambar Arie yang belum terhapus di papan tulis. Namun bukannya gambar tetapi tulisan.

DUNIA APA INI ? tidak jelas tujuannya

AKU BENCI SEMUA ! hal yang melarang ku

AKU BENCI DIRIKU ! tentang kesepian

AKU MAU MATI ! aku mau mati

“Astaghfirullah, apa maksud tulisan anak ini ?”, Guru Ekonomi hanya bisa terdiam dan mungkin merasa menyesal menghukumnya.

About Me :

Foto saya
Just a Simple man, with simply needs, and simply smile, but have a BIG DREAMS.

Write Your Comment Here :

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Kamu Pengunjung Ke :

Cari Di Arsip :